Baca Wirid Atau Baca Mantra Tak Berguna?
Dulu saya pernah mondok, pernah juga melakukan puasa sunah selama beberapa lama, Saya lupa. Pernah dapat dapat ijazah manaqib, dll.
Bagi Anda yang pernah mondok, tentunya paham soal kehidupan pondok lah ya. Hehehehe
Tapi, saya buka santri tulen. Saya mondok sambil sekolah dan kuliah. Jadi, mondoknya hanya sampingan saja. Daripada ngekos, mending mondok saja. Begitu pikir saya. hehehe.
Karena kalau ngekos kan tahu sendirilah pergaulannya bagaimana.
Karena Saya memang dididik dari keluarga yang religius. Tapi setelah mondok, ilmunya pondoknya hilang semua. Hahahaha…
Jujur, Saya akui Saya itu paling tidak betah kalau berlama-lama baca wirid. Nggak nyaman aja. Soalnya baca wiridnya itu ada jumlah tertentu.
Ratusan lah, ribuanlah, baca wirid ini, itulah, sholat ini, itulah, dan sebagainya. Jadi, hawanya pengen cepet-cepet selesai kalau baca wirid. Dan jelas, ini menjadi tidak nyaman bagi Saya pribadi.
Lalu, Saya pun belajar ilmu pemberdayaan diri. Belajar hipnosis, hipnoterapi, dan sebagainya. belajar dari buku, video, dari para guru, dan lainnya.
Di sinilah Saya menemukan kecocokan dan menemukan kesadaran baru. Banyak sekali ilmu yang saya pelajari, begitu banyak rumus kehidupan yang telah terungkap, dan lainnya.
Salah satunya tentang baca wirid yang hitungannya ratusan, bahkan hingga ribuan ini. Begitu banyak orang yang ingin mendapatkan ini dan itu dengan membaca wirid atau ibadah tertentu.
Karena ada hitungan jumlah, alhasil saat baca wiridnya ya tidak diresapi. Hanya cukup baca tak bermakna. Seolah menggugurkan kewajiban. Apalagi ingin cepet-cepet selesai seperti Saya. Hehehe…
Sebenarnya, jumlah hitungan dalam wirid menjadi tidak terlalu penting bagi Saya saat ini. Yang menjadi lebih penting adalah, bagaimana agar bisa menjadi tenang, menjadi lebih nyaman, adem, dan nikmat saat baca wirid
Kalau diucapkan 3 kali, tapi benar-benar diresapi maknanya, menjadi adem, menjadi lebih tenang, ini justru jauh lebih baik ketimbang dengan hitungan ratusan hingga ribuan, tapi tak dimaknai dan tak bisa meresapi maknanya.
Bukankah, untuk baca wirid dibutuhkan kondisi khusyuk? Dan khusyuk di sini adalah ketika bisa menikmati.
Dan ketika bisa menikmati, bukankah benar-benar bisa diresapi?
Anda baca wirid dalam jumlah ratusan selesainya 15 menit misalnya dibanding membaca wirid tak ada hitungannya, tapi selesainya juga sama, 15 menit.
Secara hitungan, memang menang julah ratusan, tapi secara kekhusyukan, kira-kira lebih khusyuk yang mana? Secara ketenangan, lebih dapat yang mana?
Tentu yang ke-2 kan?
Kondisi khusyuk adalah kondisi meditatif, di sinilah gelombang otak alfa dan teta terbuka dan siap untuk diprogram pikiran bawah sadarnya.
Namun, setiap orang beda-beda. Jika Anda lebih nyaman dengan membaca wirid dengan jumlah ratusan atau ribuan kali dan bisa khusyuk, maka lakukan itu.
Toh, bacaan banyak juga untuk mencapai kondisi trance, kondisi hipnosis, dan bisa juga untuk memprogram pikiran bawah sadar.
Sekali lagi, setiap orang beda-beda.
Kalau Saya sendiri, jujur jarang sekali baca dzikir dengan jumlah tertentu. Bahkan, habis sholat saja Saya sudah sangat jarang melakukan ritual bacaan yang biasanya dilakukan banyak orang.
Kenapa begitu? Ya, seperti yang Saya katakan tadi. Saya itu tidak betahan orangnya. Hehehe….
Maaf, kalau Anda tidak suka dengan pernyataan dan tidak setuju dengan apa yang Saya tulis ini, tak masalah.
Saya itu lebih suka bacaan yang sedikit, tapi Saya bisa meresapi maknanya, bisa menjadi lebih tenang, bisa kena di batin lah pokoknya.
Daripada saya baca wirid banyak-banyak, tapi malah nggak betah ingin cepat-cepat selesai, Saya nggak dapat apa-apa.
Ketenangan nggak dapat, kedamaian nggak ada, kekhusyukan apalagi.
Sekali lagi, ini kalau Saya pribadi. Jika Anda tak setuju ya silahkan. Sebab, orang itu beda-beda ya.
Silahkan bisa share jika bermanfaat. Kalau nggak dishare juga nggak apa-apa kok. Hehehe….