Rezeki Itu Karakternya Bahagia
Bila Anda bisa bahagia dengan keberlimpahan orang lain, cepat atau lambat Anda akan tertular keberlimpahannya. Sebaliknya, ketika Anda iri, dengki, merasa tak suka dengan orang yang hidupnya berlimpah, selamanya hidupmu sulit maju
Ya, karena ketika Anda selalu merawat penderitaan dengan sibuk merawat kebencian, kedengkian, ketidaksukaan, ketidaknyamanan dalam diri, maka selamanya Anda sulit bahagia.
Ketika sulit bahagia, ya jelas hidup Anda sulit berlimpah. Lha wong rezeki itu sukanya pada orang-orang yang hatinya lapang kok. Hatinya bahagia kok.
Coba cek diri Anda, selama ini, apakah Anda sudah merasa berlimpah? Jika belum, ada 2 kemungkinan
Pertama, Anda sebenarnya sudah punya keberlimpahan, tapi Anda tidak menyadarinya. Sebab, Anda merasa kurang, batin Anda belum puas dan belum bisa bersyukur.
Kedua, Anda jarang sekali bahagia dan Anda sibuk merawat penderitaan di dalam hidup Anda.
Coba Anda amati orang-orang yang hidupnya belum berlimpah.
Biasanya mereka suka ngeluh, suka ngomongin kesuksesan orang dengan suasana batin yang tersakiti karena iri, suka nyinyir, pesimis kalau rezekinya sulit berlimpah, dan sejenisnya.
Anda lihat para entertainment, mereka bekerja di dunia hiburan yang membuatnya bisa happy atau membuat orang happy. Apakah duit mereka banyak?
Ya, banyaklah.
Dan lihat pengemis, apakah mereka bahagia? Jarang sekali bukan? Mereka malah membuat diri mereka menderita agar dikasihani agar dapat duit dari mengemis. Yang mereka rawat penderitaan.
Mungkin Anda bertanya. Jelas, orang yang bekerja di bidang entertainmen yang nota bene artis, mereka banyak duitnya, makanya bahagia.
Ya, itu benar. Secara logika orang awam demikian.
Tapi pernah nggak Anda berpikir, bahagia dulu maka rezeki mengikuti. Jika Anda belum pernah punya pikiran begitu, ya wajar. Rezeki Anda sulit.
Sebab, karakter rezeki itu bahagia alias happy.
Sekarang, Saya beri analoginya, “bahagia dulu baru bersyukur atau bersyukur dulu baru bahagia?”
Orang awam akan menjawab bahagia dulu baru bersyukur. Ya, itu benar bagi mereka, pemikiran orang awam yang belum mengerti mendalam soal syukur.
Seharusnya, bersyukur dulu baru bahagia. Jadi, bahagia itu mengikuti rasa syukur kita.
Sama halnya, bahagia dulu, baru rezeki ikut. Bukan sebaliknya. Di sinilah kesalahkaprahannya.
Lantas, kemarin ada yang komen di status Saya, kalau lapar, bagaimana bisa bahagia. Hehehe..
Kalau lapar ya makanlah. Nggak ada makanan, minum air putih yang banyak juga nanti bisa kenyang.
Hellow… jika Anda punya pemikiran demikian, berarti bisa dipastikan Anda jarang bersyukur. Saya jamin.
Orang yang pandai bersyukur itu tak ada rasa mengeluh di dalam dirinya. Ketika ada perkataan, kalau lapar bagaimana bisa bahagia, itu berarti fokusnya salah.
Memang sih, jika lapar bisa memicu rasa marah, jengkel, dan perasaan buruk sejenisnya. Jika Anda selalu larut dalam kondisi demikian, maka saatnya Anda berlatih untuk mengendalikan diri dengan cara bersyukur.
Syukuri saja segala sesuatu yang saat ini masih bisa kita miliki, baju yang masih bisa dipakai, anggota tubuh yang masih utuh, keluarga yang masih menemani, nafas yang masih ada, jantung yang masih berfungsi, dsb.
Saatnya, berlatih untuk memperbanyak syukur dan jangan ada kata tapi. Karena banyak orang yang mengaku bersyukur, namun masih kata tapi
Saya sudah bersyukur, tapi…….
Bukannya nggak bersyukur, tapi…..
Hilangkan kata tapi. Kalau masih ada kata tapi, Anda belum bersyukur. Syukurmu batal.